Sabtu, 20 Maret 2010

PROSPEK PERBANKAN INDONESIA DALAM PEREKONOMIAN GLOBAL




Menurut penulis, Perbankan Indonesia memiliki prospek yang cukup cerah dalam perekonomian global.. Apalagi dengan adanya ACFTA (ASEAN-China Free Trade Agreement) yang akan membuka peluang investasi baru. Kebutuhan pembiayaan untuk investasi ke depan akan terus meningkat. Berbeda dengan perekonomian makro, Perbankan Indonesia belum masuk dalam peta Perbankan global. Untuk kelas ASEAN saja, Perbankan Indonesia masih tertinggal jauh di belakang. Pada tahun 2006, dari sepuluh Perbankan ASEAN dari sisi asetnya, hanya Bank Mandiri, Perbankan Indonesia, yang masuk kategori tersebut.
Meskipun relatif tertinggal dalam hal pengumpulan aset, Perbankan Indonesia mampu untuk mencapai tingkat profitabilitas yang lebih tinggi. Dalam tahun 2008 dan 2009 ini, tingkat keuntungan Perbankan di Indonesia jauh lebih tinggi dari Singapura, Malaysia dan Thailand. Maybank, misalnya, memiliki aset sebesar RM 269,1 milyar sementara laba bersih hanya sekitar RM 2,9 milyar dengan ROA sebesar 1,1 persen. CIMB (induknya Bank Niaga) memiliki aset sebesar RM 206,7 miliar sementara laba bersihnya RM 1,95 miliar dengan ROA sebesar 0,94 persen. Di Indonesia, Bank BRI dengan total aset sebesar Rp.246 trilyun memperoleh laba bersih sebesar Rp.5,96 trilyun dengan ROA sebesar 4,18 persen. Sementara Bank BCA memperoleh aset sebesar Rp.245 trilyun dengan laba bersih Rp.5,76 trilyun dan ROA sebesar 3,4 persen di tahun 2008.
Pada tahun 2010 Perbankan di Indonesia mempunyai prospek bagus untuk berkembang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi mencapai 5,5 persen sementara pertumbuhan nominalnya akan mencapai di atas 10 persen. Dengan tingkat Asset to GDB ratio yang diperkirakan meningkat, maka prospek peningkatan Dana Pihak Ketiga (Giro, Tabungan, Deposito) juga akan relatif tinggi. Perkembangan luar Jawa lebih cepat dibanding di pulau Jawa. Perkembangan ini memungkinkan tercapainya perkembangan pembiayaan yang lebih tinggi.
Dari hasil ulasan di atas, terlihat bahwa Indonesia mempunyai prospek yang baik untuk meningkatkan investasi. Peningkatan investasi ini diharapkan dapat menumbuh kembangkan industri, yang akhir-akhir ini ditengarai telah terjadi deindustrialisasi sejak terjadi krisis tahun 1998. Peningkatan investasi tentunya dapat menyerap tenaga kerja, dan iklim investasi ini  dipicu oleh adanya peningkatan kelas menengah yang mempunyai daya beli cukup besar di Indonesia. Masalahnya adalah bagaimana mengatasi agar jenjang antara kelas menengah ke atas dan masyarakat miskin ini berkurang.

Tidak ada komentar: